Dalam pergaulan bermasyarakat, baik dalam lingkungan kaum, suku, korong kampuang atau banagari, kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk itu agar kita dapat diterima dalam pergaulan hidup bermasyarakat maka kita harus memahami etika berbicara. Menurut ajaran adat yang disebut dengan adat berbicara ini sering juga disebut jalan nan ampek dalam pergaulan, yaitu :
1. Jalan Mandaki
Maksudnya adalah etika atau tata cara bebicara dengan orang yang lebih tua dari kita seperti Ibu, Bapak, Mamak, Nenek, Kakek, dan sebagainya. Ketentuan adat tentang hal ini menyatakan “Jalan mandaki sasak angok”. Jadi kalau kita berbicara dengan orang tua sasak angok, dalam arti kata tidak dapat sekendak hati kita, seperti kita berbicara dengan orang yang sama besar dengan kita, harus meindahkan norma-norma sopan santun adalah yang indah.
2. Jalan Manurun
Maksudnya adalah tata cara atau adat berbicara dengan orang yang kecil usianya dari kita. Misalnya adik, kemenakan atau anak-anak kita. Kalau kita bebicara dengan orang yang kecil usianya dari kita ketentuan adat mengajar “Jalan manurun taantak-antak”. Ta antak-antak maksudnya kita harus hati-hati, kalau tidak hati-hati maka cara etika kita yang tidak baik akan ditiru oleh anak-anak tersebut. Atau bisa jadi nasehat dan pengjaran yang kita sampaikan tidak akan dipatuhi oleh anak tersebut. Itulah yang disebut dengan jalan menurun taantak-antak.
3. Jalan Mandata
Maksudnya adalah tata cara atau ketentuan adat yang dipahami bila berbicara dengan seseorang yang sama besar atau seusia dengan kita, ketentuan adat mangajarkan “Jalan mandata malenggang sajo”. Kalau kita berbicara sama besar, bisa saja kita memakai kata “Áden”, “Ang” atau “rang”. Tetapi akan sangat janggal dan salah kalau kata-kata tersebut juga kita pakai diwaktu kita berbicara dengan orang tua, sumando / ipar, apalagi anak-anak yang usianya lebih kecil dari kita.
4. Jalan Malereng
Maksudnya adalah tata cara / adat berbicara dengan orang dengan yang mempunyai hubungan perkawinan dengan kita seperti ipar, besan, sumando. Berbicara dengan mereka, kita dituntut untuk harus hati-hati dan waspada. Kalau kita berbicara salah bisa membawa akibat yang tidak baik terhadap hubungan perkawinan yang telah dibina oleh kedua keluarga yang berbeda. Itulah yang disebut dengan "jalan malereng bahati-hati ".