Halaman

Kamis, 23 September 2010

Randai


elain di pelosok, Kota Padang juga menjadi saksi dari tingginya gairah menjaga warisan tradisi ini, seperti terlihat pada Kamis (1/8) malam di Pauh, Kota Padang. Tampil di sana grup randai Tungku Tigo Sajarangan yang dikoordinatori sekaligus guru randai, Rusydi Pandeka Sutan. Grup ini dua hari sebelumnya pun telah melakukan rekaman untuk penampilannya di TVRI Padang.
Setiap anak randai punya gaya sendiri dalam gerak dan menepuk celana yang didesain khusus-mempunyai pisak yang dalam, sehingga menghasilkan bunyi beragam waktu ditepuk, tapi serempak. "Hep...ta...Dugudung-dak-dik-dung.
Dialog jeda sejenak, anak randai kembali ber-hepta-hepti diiringi cerita yang didendangkan (gurindam) dan diiringi saluang. Cerita bergulir, mengisahkan anak gadis (Sari Banilai) menolak keinginan orangtuanya (Datuk Tumanggung Tuo) untuk dinikahkan dengan bako-kemenakan Datuk Tumanggung Tuo-bernama Malendo Alam.
"Sekarang program Galanggang Randai sudah memasuki tahun kedua," kata Ery Mefri, Sekretaris DKP. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang, Indra Catri, pertunjukan randai sekali seminggu di Pantai Padang berdampak kepada pertumbuhan grup-grup randai. Grup randai siuman kembali. Sasaran (arena tempat bermain randai dan belajar silat) kembali digerakkan.
Misalnya, Grup Palito Nyalo, tampil dalam Pesta Gendang Nusantara di Malaka, Malaysia, 11-16 April 2002. Akhir tahun 2002, ada pula tawaran dari Brunei Darussalam untuk menampilkan kesenian randai. Jauh sebelumnya, Musra Dahrizal, sempat mengajarkan randai di University of Manoa, Hawaii, selama enam bulan dan bersama mahasiswa mementaskan randai dengan cerita Umbuik Mudo yang dialihbahasakan ke bahasa Inggris. Profesor di sana menilai bahwa kesenian randai tak kalah hebat dan mengagumkan.
"Kehadiran randai dalam upacara-upacara dan acara-acara tersebut selain mempertebal rasa ketradisian juga memberi kesempurnaan terhadap adat istiadat Minangkabau itu sendiri. Kuat dan lemahnya lembaga adat Minangkabau menentukan bangkit dan tenggelamnya kesenian randai," papar Edy. Randai dalam bentuknya yang sekarang, merupakan hasil dari suatu proses akulturasi yang panjang antara tradisi kesenian Minangkabau dengan bentuk-bentuk sandiwara modern seperti tonil, yang mulai dikenal masyarakat Minangkabau sejak awal abad ke-20.
"Sebelum randai menjadi semacam teater seperti yang berkembang saat ini, dulunya adalah tari randai. Tari randai dipelihara dalam perguruan silat yang mengajarkan Ulua Ambek terutama di daerah pesisir (Padang Pariaman). Tak heran tari-tari Minang kontemporer dewasa ini, ada yang pola gerak dan pola dialog seperti randai," jelas koreografer Ery Mefri. Ia mengakui mengakui, karyanya seperti Adat Salingka Nagari, yang terakhir ditampilkan di Teater Utan Kayu Jakarta 20-21 Juni 2002, terilhami dari randai.
Diterbitkan di: Nopember 07, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar