Jumat, 29 Oktober 2010
Masjid Tuo Kayu Jao Saksi Keberadaan Islam Sejak Abad XVI
Agama Islam di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat ternyata telah berkembang sejak abad ke-16. Hal itu dibuktikan dengan telah berdirinya Masjid Tuo yang berada di Jorong Kayu Jao Nagari Batang Barus Kecamatan Gunung Talang. Masjid beratap ijuk yang didirikan oleh beberapa ulama daerah tersebut tetap dijaga keasliannya hingga kini. Di sebelah masjid terdapat sebuah tabuh (bedug) yang diyakini seumur dengan masjid tersebut.
Batu Talempong Talang Anau
Jika selama ini kita hanya mengenal talempong sebagai alat musik tradisional Minangkabau, kali ini tidak lagi. Jika biasanya talempong terbuat dari kuningan, dan bentuknya mirip dengan alat musik gamelan yang ada di Jawa, talempong ini terbuat dari batu. Bunyi yang dihasilkan persis sama dengan alat musik talempong, sehingga dinamakan Batu Talempong Talang Anau.
Talempong yang satu ini, disusun sesuai dengan tangga nada yang ditentukan oleh masing-masing lempengan batu, sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu tradisional Minangkabau. Alunan nada yang dikeluarkan, akan membuat perantau merasa rindu kampung halamannya. Anda tertarik mengunjunginya?
Objek wisata talempong batu ini terletak 38 Km arah utara Kota Payakumbuh, atau 47 Km dari kantor bupati Limapuluh Kota. Menurut masyarakat sekitar, batu yang berjumlah enam buah tersebut, ada sejak zaman dahulu. Namun tidak ada catatan yang menunjukkan, bahwa batu ini benar-benar di rancang untuk dijadikan talempong.
Benar atau tidak, konon kabarnya, bila seseorang yang memukul talempong batu tidak percaya dengan kekuatan magic pada batu itu, serta melecehkan tata cara yang diisyaratkan, maka si pemukul tersebut akan terkena kutukan berupa penyakit. Yang tidak bisa disembunyikan dan juga bisa merenggut nyawa.
Penuh Mistik dan Legenda
Menurut legenda, Batu Talempong ini awalnya berserakan di bukit Padang Aro, dan dipindahkan ketempatnya sekarang, oleh seorang pemuda yang bernama Syamsuddin. Setelah sebelumnya pemuda ini bermimpi didatangi orangtuanya berturut-turut 3 kali, agar mengumpulkan batu-batu tersebut ke dekat tumbuhnya serumpun bambu, yang dinamai Talang dan pohon enau (Anau).
Anehnya Syamsudin memindahkan batu-batu berukuran besar itu hanya dengan jalinan lidi kelapa hijau. Batu-batu itu digiring seperti layaknya orang menggiring ternak ke kandang, sekitar 1 km. Setelah mengumpulkan batu-batu itu, Syamsudin mulai bertingkah aneh, terkadang hilang tak tentu rimbanya, dan muncul tiba-tiba entah dari mana.
Karena sering menghilang, penduduk memberinya gelar Syamsudin Tuanku Nan Hilang. Setelah menghilang, tiba-tiba beliau muncul dan meninggalkan pesan agar penduduk menjaga batu-batu tesebut dengan baik, dan apabila ingin membunyikan ataupun memukul batu tersebut, mintalah izin terlebih dahulu dengan membakar kemenyan putih.
Pada kenyataannya memang terjadi, jika tidak diasapi dengan kemenyan putih, batu tersebut tidak akan mengeluarkan bunyi yang nyaring, tetapi hanya berbunyi layaknya sebuah batu biasa yang dipukul. Keanehan lainnya adalah apabila daerah ini akan ditimpa bencana, musibah ataupun wabah, maka batu itu akan mengeluarkan bunyi menderum, menggelegar serta mengeluarkan suara-suara aneh lainnya.
Gubernur Sumatra Barat X
Gamawan Fauzi, S.H., M.M., (lahir di Solok, Sumatera Barat, 9 November 1957; umur 52 tahun) adalah Menteri Dalam Negeri Indonesia sejak 22 Oktober 2009[1]. Sebelumnya ia menjabat sebagai Gubernur Sumatra Barat sejak15 Agustus 2005 hingga 22 Oktober 2009. Ia juga penerima Bung Hatta Award atas keberhasilannya memerangi korupsi pada saat menjadi bupati pada kabupaten Solok.
Riwayat Pendidikan
- S2-Magister Manajemen (MM) pada Universitas Negeri Padang (UNP)
- S1-Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Hukum Universitas Andalas (UNAND)
Riwayat Pekerjaan
- Menteri Dalam Negeri Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-sekarang)
- Gubernur Sumatera Barat (2005-2009)
- Bupati Solok (1995-2000), (2000-2005)
- Kepala Biro Humas Pemprov Sumatera Barat
- Sekretaris Pribadi Gubernur Sumatera Barat
- Staf biasa di Kantor Direktorat Sosial Politik (Ditsospol) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat
Penghargaan
- Penerima Bung Hatta Award 2004
Gubernur Sumatra Barat VIII
Gubernur Sumatra Barat VI
Muchlis Ibrahim (lahir di Tanjung Alam, IV Angkat, Agam, Sumatera Barat, 11 Oktober 1942; umur 68 tahun) adalahGubernur Sumatera Barat periode 1997 - 1999. Tahun 1993 ia diangkat menjadi Wakil Gubernur Sumatera Barat menggantikan Drs. Sjoerkani yang berakhir masa jabatannya. Empat tahun kemudian, ia terpilih menjadi Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Barat menggantikan Hasan Basri Durin (1997). Pangkatnya dinaikkan dari Brigadir Jenderal menjadi Mayor Jenderal. Muchlis hanya menjabat gubernur selama dua tahun kurang. Setelah pensiun, ia menetap di Jakarta.
Pendidikan
Ia menamatkan SD dan SMP di kampungnya. Kemudian meneruskan ke SMA PSM di Bukittinggi, tamat tahun 1962. Ia kemudian ke Jakarta dan mendaftar di sejumlah perguruan tinggi termasuk Akademi Militer di Magelang. Ia diterima di Akmil dan juga di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia di Bogor. Ia pilih Akmil di Magelang dan lulus tahun 1965. Ia sempat menjadi Wakil Asisten Personalia Kodam III/17 Agustus di Padang, kemudian promosi menjadi Kasrem Wirabima di Pekanbaru (1983). Dari sana ia kembali menjadi guru militer di Akmil Magelang, pernah menjabat Kadep Artileri dan Direktur Pembinaan Lembaga di almamaternya (1989-1990), sebelum dipromosikan menjadi Inspektur Kodam I/Bukit Barisan di Medan tahun 1991.
Gubernur Sumatra Barat V
Hasan Basri Durin (lahir di Nagari Jaho, Padangpanjang, Sumatera Barat, 15 Januari 1935; umur 75 tahun) adalah seorang pamong karier yang menapak dari bawah hingga menjadi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia, pada masa pemerintahan presiden Habibie pada tahun 1998-1999.
Profil singkat
Setelah meraih Sarjana Muda (1958), ia bertugas di Jambi sebagai Sekretaris Panitia Pemilihan Daerah. Kemudian kuliah doktoral di Fakultas HESP UGM. Setelah itu, menjadi Sekretaris Wali kota Jambi. Tahun 1962-1963 mendalami ilmu pemerintahan di Amerika Serikat. Dalam usia 31 tahun, Hasan Basri Durin dipercaya menjadi Penjabat Wali Kota Jambi (1966-1967). Kemudian menjabat Sekretaris Panitia Pemilihan Daerah (1970-1971). Tahun 1971, menjadi Penjabat Wali Kota Padang. Tahun 1973 terpilih sebagai Wali Kota definitif hingga tahun 1983. Setelah empat tahun menjabat Pembantu Gubernur Wilayah II, tahun 1987 ia terpilih menjadi Gubernur Sumatera Barat dua periode menggantikan Ir. Azwar Anas. Jabatan ini diembannya selama dua periode hingga tahun 1997. Selepas menjadi Kepala Daerah Hasan Basri Durin terpilih menjadi Ketua Fraksi Utusan Daerah (FUD)MPR-RI (1998).
Gubernur Sumatra Barat IV
Pendidikan
- SD di Padang, 1944
- SMP di Bukittinggi, 1948
- SMA di Padang, 1951
- Teknik Kimia ITB Bandung, 1959
- Kursus Manajemen di Universitas Syracuse, AS, 1959
Karier
- Pegawai Balai Penyelidikan Kimia, Bogor, 1951-1952
- Asisten Prof Dr Dupont di Fakultas Pertanian Bogor, 1954
- Asisten Dosen Luar Biasa ITB, 1958-1959
- Dosen Luar Biasa ITB, 1959-1960
- Kepala Dinas A Pindad, 1960-1961
- Kepala Pusat Laboratoria Pindad, 1961-1964
- Kepala Pusat Karya Pindad, 1965-1968
- Dirut PT Purna Sadhana Pindad, 1968-1970
- Dirut PT Semen Padang, 1970-1977
- Dirut PT Semen Baturaja, 1973-1977
- Anggota MPR Utusan Daerah, 1972-1977
- Gubernur Sumatera Barat, 1977-1987
- Menteri Perhubungan Kabinet Pembangunan V, 1988-1993
- Menko Kesra Kabinet Pembangunan VI, 1993-1998
Gubernur Sumatra Barat III
Prof. Drs. H. Sutan Harun Alrasjid Zain (lahir 1 Maret 1927; umur 83 tahun), gelar Datuk Sinaro, adalah mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet Pembangunan III. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dan ayahnya adalah seorang pakar bahasa yang terkemuka di Indonesia yaitu Prof. Sutan Muhammad Zain.
Ia mengawali karier di Sumatera Barat sebagai dosen terbang di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat. Selanjutnya menjabat sebagai Rektor Universitas Andalas sampai dengan tahun 1966.
Pada tahun 1966, ia ditunjuk untuk menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat selama dua periode sampai dengan tahun 1977.
Seiring dengan pendidikan yang diemban di Amerika Serikat mengenai masalah perburuhan, pada tahun 1978 ia dipercaya untuk menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet Pembangunan III dan menjabat sampai dengan tahun 1983.
Setelah menyelesaikan tugas di Kabinet, ia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia dari tahun 1983 sampai dengan 1988 yang pada masa itu dipimpin oleh M. Panggabean.
Latar Belakang
Masa kecilnya banyak dihabiskan di kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Bandung, Batavia (sekarang Jakarta), Yogyakarta dan Surabaya mengikuti ayahnya yang bertugas sebagai guru. Namun demikian Harun Zain beranggapan bahwa masa awal pembentukan kepribadiannya berlangsung pada saat ia di Surabaya.
Karier
- Tahun 1966 sampai dengan 1977 menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat
- Tahun 1978 sampai dengan 1983 menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
- Tahun 1983 sampai dengan 1988 menjabat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
Gubernur Sumatra Barat I
Kaharudin Datuk Rangkayo Basa, (alm) meninggal dunia pada tanggal 1 April 1981, merupakan seorang anggotapolisi Republik Indonesia dengan pangkat terakhir Komisaris Besar Polisi (Kepala Kepolisian Sumatera Tengah)dan kemudian menjadi Gubernur Sumatera Barat yang pertama (1958-1965), setelah propinsi Sumatera Tengah kemudian dimekarkan berdasarkan Undang-undang Darurat Republik Indonesia nomor 19 tahun 1957.
Profil singkat
Kaharudin Datuk Rangkayo Basa merupakan tamatan Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) (Sekolah Pangreh-praja) di Fort de Kock (Bukittinggi) dan istrinya Mariah yang dinikahinya dalam tahun 1926 merupakan tamatan Hollandsch Inlandsche School (HIS) (SD 7 tahun) di Sigli Aceh.
Dalam perjalanan kariernya beliau pernah menduduki jabatan mulai dari Asisten Demang, Asisten Wedana Polisi, Kepala Polisi Padang Luar Kota, Kepala Polisi Keresidenan Riau, Kepala Polisi Kota Padang, Kepala Polisi Provinsi Sumatera Tengah dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Barat.
Pada masa kariernya menjadi Gubernur di Sumatera Barat, dia mengalami tekanan berat atas munculnya PRRI, satu sisi sebagai wakil bagi perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah dan disisi lain sebagai pemimpin pada kawasan wilayah yang masyarakatnya bergejolak atas ketidak-puasan kepada pemerintah pusat.