Halaman

Kamis, 11 November 2010

Objek Wisata di 50 Kota

Objek Wisata Aia baba adalah objek wisata alam yang terletak di bagian Selatan Kota Payakumbuh terletak pada Kenagarian Halaban Kecamatan Lareh Sago Halaban, berudara sejuk karena terletak 670 m dari permukaan laut. Daya tarik yang dimilikinya adalah Panorama alam dengan air terjun yang tingginya 100 m dan ini digunakan untuk pemandian alam dalm beberapa Kolam Pancing. Aia Baba ini berjarak 28 Km dari Kota Payakumbuh dan Objek Wisata ini telah ramai dikunjungi oleh Wisatawan terutama pada hari Libur yang dapat ditempuh dengan Kendaran roda empat dan dua.



Objek wisata Air Terjun Sarasah Tanggo ini merupakan air terjun yang berlokasi di Kanagarian Sarilamak Jorong Taratak 3 Km dari simpang Sarilamak. Mengunjungi air terjun Sarasah Tanggo ini merupakan wisata yang sangat mengasyikan untuk sampai ke lokasi ini kita harus berjalan kaki 300 m, suasananya masih alami disekelilingnya terdapat hutan konservasi dan berbagai jenis satwa seperti burung dan hewan lainnya, sehingga dalam perjalanan yang bernuasa alami ini sambil mendengar kicauan burung, dari kejauhan tampak puncak air terjun dan tebing terjal dengan ketinggian lebih dari 100 M. Disamping itu kita juga dapat melihat berbagai aktifitas masyarakat seperti bertani, serta beternak ikan yang airnya berasal dari Sarasah Tanggo ditambah suasana yang sangat menyejukkan dengan hamparan sawah yang menghijau. Airnya tak pernah kering walapun di musim kemarau, meluncur jatuh melalui dinding batu yang berbentuk tanggo (tangga) deselingi sesekali siulan satwa-satwa kecil disekitarnya. Air Terjun Sarasah Tanggo sangat potensi dan mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun manca negara yang menginginkan “Back to Nature”


Benteng Tuanku Nan Garang berada di kaki Bukit Bungsu yang agak terpisah dari pemukiman penduduk. Kawasan ini merupakan daerah batas antara Nagari Lubuak Batingkok dan Nagari Taeh Bukik yang ditandai dengan batang aur yang ditanam disepanjang perbatasan tersebut. Kawasan Wisata Benteng Tuanku Nan Garang mempunyai pemandangan alam sekitar yang masih alami, bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Namun areal objek belum terbina dengan baik, dimana areal objek belum punya pagar, masih dikelilingi rumput. Didalamnya masih ada peninggalan batu-batu benteng.

Tuanku Nan Garang, adalah salah satu tokoh Paderi yang taat dalam mengembangkan ajaran Islam di Luhak Lima Puluh Kota dan ditakuti oleh Belanda. Sewaktu Residen Sumatera Barat Mac.Gillavri mengunjungi Benteng Tendikir di Tanjung Alam, Tanah Datar pada tanggal 9 Oktober 1829, ia berkirim surat kepada Tuanku Nan Garang, yang intinya mengajak Tuanku Nan Garang dan pengikutnya bersatu dengan Belanda untuk menghadapi kaum Paderi.
Surat Residen dibalas oleh Tuanku Nan Garang menyatakan bahwa mereka tidak perlu diganggu dulu, karena rakyat Luhak Lima Puluah Kota dengan ajaran Islam telah hidup dengan aman dan tentram.
Pada Tanggal 17 dan 18 Oktober 1832 Belanda memperluas wilayahnya di Luhak Lima Puluh Koto , penyerangan suatu kampung dilereng Gunung Bungsu yaitu Koto Tangah Lubuak Batingkok rakyatnya dibawah pimpinan Tuanku Nan Garang masih belum mau menyerah kepada Belanda , sehingga terjadi pertempuran yang sengit di kaki Gunung Bungsu .
Pada tangal 19 Oktober 1832 dengan pasukan yang kuat Belanda menyerang Koto Tangah. Untuk merampungkan pertahanan Tuanku Nan Garang pemimpin yang cukup taktis dan cerdik mengajak tentra Belanda untuk berunding diluar parit pertahanan kampung. Perundingan yang disengaja untuk mengulur waktu itu tetap saja tidak mendatangkan hasil. Merasa dipermainkan tentera Belanda lalu menyerang dengan segenap kekuatan dan persenjataan yang ada.
Walaupun ditembaki dengan meriam dan periuk api tapi benteng Tuanku Nan Garang tetap bertahan. Benteng Koto Tangah yang dikelilingi parit dan aur berduri ini baru dapat ditaklukan Belanda setelah didatangkan bala bantuan tentara dan senjata berat dari Payakumbuh. Sebagai balasan atas perlawanan ini Belanda membakar kampung Koto Tangah. Tuanku Nan Garang dan pengikutnya mundur kearah utara.Untuk menaklukkan benteng Tuanku Nan Garang ini selama 4 hari (19-22 Oktober 1832) di pihak Belanda banyak yang mati


Bukik Posuakterletak di Nagari Mahek, suatu nagari yang dijuluki nagari seribu menhir. Bukik Posuak (bukit tembus) mempunyai cerita legenda.Tersebutlah seorang sakti bernama Baginda Ali. Tubuhnya besar, makannya banyak dan sifatnya pemurah. Dia digambarkan sebagai seorang raksasa yang menguasai nagari Mahat sampai ke Gunung Malintang (Kecamatan Pangkalan). Segala perbuatan anak nagari harus terlebih dahulu mendapat izin dari Baginda Ali ini.

Pada suatu hari orang di Gunung Malintang berburu rusa tanpa sipengetahuan dan tanpa seizin Baginda Ali. Setelah rusa ditangkap dan pahanya disediakan untuk Baginda Ali sebagai upeti. Tapi Baginda Ali tak terima akan upeti yang sudah jadi kebiasaan masyarakat tersebut. Dia merasa tersinggung dan kehormatan serta wibawanya sebagai penguasa terasa diinjak-injak masyarakat Gunung Malintang. Baginda Ali marah. Dengan bertumpu pada sebuah batu layah diambilnya paha rusa yang disediakan pemburu tadi. Paha rusa tersebut dilemparkan sekuat tenaganya. Lemparan mengenai sebuah batu besar di puncak bukit, hingga batu tersebut tembus dan paha rusa itu mendarat di sebuah padang ilalang. Dan bukit itulah yang disebut sekarang Bukit Pao Ruso (Pao – Paha). Batu yang tembus di puncak bukit tadi sekarang bernama Bukik Posuak


Kapalo Banda Taram terletak di Kanagarian Taram ,Kecamatan Harau, merupakan irigasi yang dulunya dibuat oleh masyarakat secara tradisional dengan cara gotong royong dan semenjak dibangunnya bendungan teknis oleh pemerintah, Kapalo Banda ini ramai dikunjungi masyarakat. Disamping alamnya yang indah, terletak di kaki bukit dan dipinggir hutan, Kapalo Banda ini mempunyai keunikan yaitu sekali setahun keluar ikan-ikan yang persis sama dengan ikan yang ada dalam kolam samping surau tuo (tua) Taram sedangkan jarak antara Surau Tuo dengan Kapalo Banda 1 Km, sehingga Kapalo Banda menjadi perhatian masyarakat Kanagarian Taram dan orang-orang yang berziarah ke makam dan Surau Tuo Taram. Di sekitar lokasi ini sering dilakukan kegiatan wisata berburu yang biasanya dilakukan pada hari Rabu, dan pecandu buru babi ini berdatangan dari berbagai daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di tempat ini belum tersedia fasilitas wisata kecuali rakit yang terbuat dari bambu yang disediakan masyarakat untuk pengunjung,


Bagi masyarakat Riau dan Sumatera Barat, nama ruas jalanKelok Sembilan itu tidak asing lagi. Ruas jalan itu dinamakan Kelok Sembilan, karena memiliki belokan (bahasa Minang kelok sama artinya belok) ke kiri dan ke kanan sebanyak sembilan belokan. Kalau dilihat dari atas, belokannya merupakan zig zag. Kelok Sembilan dibangun Belanda Sejak 1908-1914.
Setiap kendaraan yang menempuh rute Pekanbaru - Padang, pasti akan melewati Kelok Sembilan. Jalur ini merupakan yang paling dekat untuk menghubungkan kedua kota yang berjarak lebih kurang 350 km ini. Sedangkan Kelok Sembilan sendiri berada pada jarak 180 km dari arah Pekanbaru, yang letaknya di sela-sela berbukitan.
Liuk-liuk yang dimiliki Kelok Sembilan membuat tempat ini semakin menarik untuk dinikmati. Menikmati pemandangan di sekitar kelok Sembilan ini bisa dilakukan dari ruas jalan paling atas.
Di belokan paling atas ini terdapat pinggang jalan yang luas cukup. Disitu anda bisa berdiri untuk melihat bentuk Belok Sembilan secara utuh.
Masih sempitnya ruas jalan itu, tidak heran pada saat-saat tertentu terjadi kemacetan. Misalnya setiap musim mudik lebaran pasti akan terjadi kemacetan lalu lintas di sekitar ruas jalan Kelok Sembilan. Setiap terjadi kemacetan, kendaraan bisa tertahan berjam-jam lamanya.
Untuk mengatasi masalah itu, kini sedang dibangun jalan layang di kawasan tersebut. Studi kelayakan pembangunan jalan layang Kelok Sembilan itu sudah selesai dilakukan tahun lalu dengan menelan dana sekitar Rp 2,2 miliar. Dan saat ini pembangunannya sedang dilakukan.
Keberadaan jalan layang ini nantinya akan memperlancar arus di sekitar itu. Jalan layang yang dibangun sepanjang 4,5 kilometer itu bakal bisa dilewati dengan kecepatan 80 kilometer per jam. Jadi kendaraan tidak perlu lagi beringsut-ingsut di ruas jalan Kelok Sembilan yang sempit tersebut.
Namun, meskipun telah dibangun jalan layang, bukan berarti fungsi Kelok Sembilan akan dihilangkan. Ruas jalan Kelok sembilan tetap dihidupkan, terutama bagi para wisatawan. Sebab bagaimanapun historis dan keelokkan Kelok Sembilan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Makanya kekhawatiran sebagian orang bahwa Kelok Sembilan akan tinggal nama, tidak akan terjadi. Malahan dengan adanya jalan layang tersebut, kelestarian Kelok Sembilan akan bisa terus terjadi. Sebab nantinya Kelok Sembilan tidak lagi terlalu berat menerima beban yang makin meningkatkan


Makam keramat dan Surau Tuo Taram ini terletak di Kenagarian Taram, Kecamatan Harau ± 5 km dari kota Payakumbuh. Objek wisata budaya ini dapat dicapai dengan mudah menggunakan angkutan pedesaan maupun kendaraan pribadi. Makam Keramat Taram ini adalah makam Syech Ibrahim Mufti yang merupakan salah satu penyebar

agama Islam di daerah ini. Beliau bukanlah penduduk asli, melainkan seorang pendatang yang berasal dari negeri Irak di Timur Tengah dan merupakan murid dari Syech Abdul Rauf dari Aceh, semasa Kerajaan Samudera Pasai.
Sebagai seorang penyebar agama Islam, beliau mempunyai banyak kesaktian diantaranya :
Pernah suatu kali beliau sedang bercukur, mendadak beliau minta izin untuk meninggalkan tukang cukurnya sebentar, katanya beliau harus pergi ke Mekah untuk menyelamatkan kota Mekah yang sedang terbakar. Beliau menghilang dan beberapa saat kemudian muncul kembali. Beberapa bulan kemudian ada orang yang pulang dari Mekah, mengatakan bahwa sewaktu beliau menunaikan ibadah haji, kota Mekah kebakaran, tetapi musibah itu dapat diatasi atas bantuan seseorang yang hanya memiliki rambut pada sebelah bagian kepalanya. Dari peristiwa itu masyarakat tahu akan kesaktian Syech Ibrahim Mufti yang kemudian dikenal dengan Syech yang Bercukur Sebelah
Konon kabarnya ikan yang sekarang berkembang biak di Taram, berasal dari ikan yang dilepaskan kembali oleh Syech Ibrahim Mufti setelah setengah bagian ikan tersebut dibakar/dimasak oleh salah seorang muridnya.
Pada tahun 1996 keturunan atau keluarga Syech Ibrahim Mufti yang berada di Irak berziarah di Taram dan menceritakan sebuah kejadian pada masa lalu dimana salah seorang cucunya menemui beliau semasa hidupnya dan sewaktu kembali ke Irak, sesampai di Laut Tengah, kapalnya kandas dan miring akan tenggelam. Syech Ibrahim Mufti yang berada jauh di Taram mengetahuinya dan segera menceburkan diri ke tabek gadang (kolam) disamping Surau Tuo yang dijadikan beliau sebagai media untuk menuju Laut Tengah. Beliau berhasil menyelamatkan kapal tersebut dan mengangkatnya sehingga bisa berlayar kembali dengan selamat dan setelah itu beliau muncul kembali diTaram.
Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana meninggalnya Syech Ibrahim Mufti karena beliau sering berkelana. Karena sudah lama tidak pulang ke Taram, murid-muridnya berusaha mencari, bahkan anaknya yang bernama Syech Muhammad Jamil, meninggal dalam pencarian itu. Sampai akhirnya pada suatu malam salah seorang muridnya bermimpi bertemu beliau dan dalam mimpi itu dikatakan bahwa beliau sudah meninggal dan kalau ingin melihat kuburannya, lihatlah pada malam tanggal 27 Rajab.
Setelah mengikuti petunjuk gurunya, maka pada malam itu terlihatlah cahaya muncul dari bumi dan menembus langit, berasal dari tempat makam beliau sekarang ini, yaitu disamping Surau Tuo tempat beliau mengajar murid-muridnya yang sampai saat ini masih berdiri dengan gagah.
Pemeliharaan Surau Tuo dan Makam Keramat Taram ini menjadi tanggung jawab 7 Pasukuan didaerah ini, yaitu Sumpadang, Simabur, Pitopang, Melayu, Piliang Laweh, Piliang Gadang dan Bodi, yang bergiliran setiap 3 tahun dengan menjadi Imam, Kotik dan Bilal.


Museum Belubus ini sudah di pelihara dengan baik oleh Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Propinsi Sumatera Barat dan Riau di Batusangkar dan telah mempunyai seorang juru pelihara. Komplek yang di pagari kawat berduri, didalamnya di bangun sebuah rumah adat bertingkat dua terbuat dari kayu. Rumah tersebut dimaksudkan sebagai museum kepurbakalaan di Kabupaten Lima Puluh Kota .

Di dalam ruangan atas di temui foto dari beberapa situs magalitik daerah lain di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di anak tangganya di jumpai sebuah batu pijakan yang bercahaya pada malam hari. Menjelang pintu masuk ada sebuah gapura dengan pintu besi. Dari gerbang ke dalam situs lebih kurang 20 m di buat jalan dengan beton semen serta arah Tenggara menuju kolam ikan sekitar 15 m.Situs yang di pagar dengan lebar sisi Timur Laut 19 m, lebar sisi sebelah Timur 12 m dengan panjang sisi sebelah Tenggara sekitar 45 m, panjang sisi sebelah Barat Laut 35 m dan 12 m memanjang dari Barat laut ke Tenggara.Dalam komplek taman Purbakala tersebut di jumpai 16 buah Menhir dengan berbagai bentuk dan variasi,bentuk Menhir di Belubuih dengan hiasan kepala ular.


Perkampungan Tradisional Balubus ini masih terasa kuat tradisinya dimana masih banyak kita temukan rumah gadang dengan gonjongnya lima buah ( Rajo babandiang ) dan pada lokasi ini juga dilakukan pengambilan gambar Logo RCTI. Pada lokasi ini bisa dikembang dimana masyarakat dibantu untuk merevitalisasi perkampungan ini kemudian para wisatawan disuguhkan kehidupan tradisi dengan menginap pada perumahan tradisional ini.


Pusako Rumah Rumah Gadang Sungai Beringinyang terletak di Nagari Sungai Beringin Kecamatan Payakumbuh. Lokasi ini dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Bangunan ini diresmikan pada tanggal 9 Januari 1994 oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Bapak Joop Ave yang dipersembahkan kepada Bundo Kanduang dan Anak Cucu demi kelansungan adat Minang Kabau . Rumah Gadang ini dibangun dan dikelola oleh PT. Pusako Rumah Gadang ini merupakan salah satu objek wisata yang mana terdapat dalam komplek mini perkampungan Minang Kabau di Sungai Beringin yang dilengkapi dengan bentuk pakaian adat dan budaya Minang kabau serta peningggalan budaya dan Sejarah lainnya. Rumah ini juga dilengkapi dengan pondok kerja yang mempertunjukan aktifitas kehidupan masyarakat pedesaan seperti kerajinan perak, pembuatan kipang, kincir air dan pentas kesenian.


Rumah Gadang ukuran Cino ini dibangun ± 100 tahun yang lalu oleh seorang arsitektur Cina, pemilik rumah gadang ini bernama Dt. Leman, penjelasan ini diperkuat oleh kuburan yang berada di belakang rumah bertuliskan Dt. Bandaro Leman yang meninggal 13 Maret 1939. Lokasi ini dapat diternpuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Daya tarik rumah ini yaitu disetiap rumah ini terdapat ukiran ukiran tulisan cina yang apabila diartikan bahwa rumah ini rumah pribadi dan tidak bisa dimiliki oleh orang lain. selain itu masih ada peninggalan lainnya berupa sebuah lampu Cino, pakaian-pakaian adat dan piring-piring peninggalan zaman dulu. Dari bentuk keseluruhannya, unsur-unsur yang tetap bertahan arsitektur rumah gadang ini adalah bentuk atapnya yang berupa gonjong. Rumah Gadang ini terdiri atas 3 tingkat, tingkat pertama adalah kaki bangunan dengan pondasi dari batu bata, tingkat kedua atau badan bangunan berfungsi sebagai tempat pemilik rumah, pada dinding depan terdapat ukiran rumah dan di samping terdapat ukiran flora dan keramik. diatas ukiran ini terdapat ukiran ini terdapat ukiran sepasang burung. Yang menarik dari ukiran ini adalah terbuat keramik yang bertuliskan tulisan Cina. Arsitektur pada Rumah Gadang Ukiran Cino ini merupakan hasil akulturasi budaya antara budaya Cina dan budaya Minang Kabau.


Sandaran Niniak Nan Salapanadalah menhir yang ada di Jorong Guguak Nagari Guguak VIII Koto Kecamatan Guguak. Di kawasan ini terdapat batu menhir sandaran niniak sebanyak 8 buah. Menhir ini gunanya bagi niniak moyang kita dijadikan untuk batu sandaran, untuk rapat-rapat dan istirahat dan juga digunakan semacam medan nan bapaneh.
Untuk menuju objek kawasan ini tidak sulit karena bisa ditempuh dari kota Payakumbuh atau ibukota Kabupaten menggunakan kendaraan umum atau pribadi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak dari kota Payakumbuh 10 km dan Jarak dari ibukota Kabupaten 10 km dan dari ibukota Propinsi 135 KM.
Tidak jauh dari Jorong Guguak sebelah barat dari arkeologi Sandaran Niniak Nan Salapan ini, ada batu Lumpang Guguak sebanyak satu buah, orang sekitar menyebutnya batu Gigil. Menurut cerita orang tua-tua dahulunya , disebutkan Lumpang Gigil karena batu tersebut pernah gerak sendiri menggigil dahulunya.

Tungka View terletak pada lereng Gunuang Bungsu yang memiliki keindahan alam yang menakjubkan , lokasi ini sangat cocok untuk dibangun kawasan Wisata yang terpadu karena melekat pada kawasan Gunung Bungsu , seperti lapangan Golf, Olah Raga Paralayang . Dan pada tiap bulan Syafar Tahun Hijriah tempat ini sangat ramai dikunjungi wisatawan lokal karena banyak pengunjung melakukan ritual Basyafa ke Puncak Gunung Bonsu. Konon Kabarnya pengunjung yang Basyafa (biasanya dilakukan tiap hari Rabu) belum boleh mengambil air untuk diminum sebelum selesai basafa. Menurut cerita nya seorang yang menderita penyakit yang tidak bias disembuhkan oleh Dokter dan Dukun maka penyakitnya akan dapat disembuhkan memohon kepada Allah pada waktu basafa.


Tugu PDRI yang ada di Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh ini merupakan lambang bukti sejarah perjuangan tokoh-tokoh pejuang indonesia dalam mempertahankan negara Republik Indonesia dari serangan Agresi Militer Belanda ke-2 ( 19 Desember 1948- 13 Juli 1949).
Agresi Belanda dimulai dengan menyerang ibukota Negara Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948 dan menawan Soekarno-Hatta. Untuk menyelamatkan negara Republik Indonesia dimata dunia, Soekarno - Hatta memutuskan untuk membuat mandat (pelimpahan tugas dan wewenang) kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawira Negara yang sedang berada di Bukittinggi.
Sementara itu Bukittinggi juga diserang Belanda, maka pemimpin segera menyingkir ke Halaban di Kabupaten Lima Puluh Kota, dan segera membentuk Pemerintah Daerah Republik Indonesia (PDRI) di Halaban pada tangggal 22 Desember 1948 yang diketuai oleh Mr.Syafruddin Prawira Negara, esoknya para pemimpin mulai meninggalkan Halaban, Mr. Syafruddin bergerilya ke Bangkinang dan terus ke Bidar Alam- Solok. Sementara Mr. M.Rasyid menuju ke Koto Tinggi.

Karena Agresi Belanda ke-2 tersebut maka status keresiden di hidupkan kembali, dan diangkatlah Mr.Mohammad Rasyid sebagai Gubernur Meliter Sumatera Barat dengan pusat pemerintahanya di Koto Tinggi, Kecamatan Gunuang Omeh. Dari Koto Tinggi inilah dikendalikan Keresidenan Sumatera Barat, dan menyiarkan keberadaan PDRI melalui pesawat radio yang dapat ditangkap oleh pesawat radio di luar negeri, karena Mr. M. Rasyid juga sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial dan Menteri Pembangunan Pemuda.


Rumah Tua Tan Malakamerupakan bangunan Rumah Gadang dengan atap seng dan dinding kayu. Dibangun pada tahun 1936 dengan ukuran panjang 18 m dan lebar 11 m dengan atap bergonjong lima. Rumah tua ini Tan Malaka merupakan rumah kelahiran tokoh sejarah, pahlawan nasional, pahlawan kemerdekaan Indonesia yaitu Tan Malaka. Jauh sebelum kemerdekaan RI diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945, Tan Malaka telah menggagas dan penganjur kemerdekaan Indonesia dalam bentuk Republik sesuai dengan tulisannya "Naar De Republik Indonesia" di tahun 1925. Tan Malaka yang nama kecilnya Ibrahim Datuk Tan Malaka adalah Pahlawan Nasional Pejuang Kemerdekaan, ia tidak hanya berpikir dan berkata-kata menyebarkan semangat perjuangan, tapi juga mengangkat senjata siap mengorbankan segalanya termasuk jiwa raga. Untuk menghargai jasa-jasa kepada bangsa dan negara RI, maka pada tanggal 21 Februari 2008 rumah tua Tan Malaka diresmikan menjadi museum Tan Malaka oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Disamping itu, pihak keluarga dan panitia akan mendirikan monumen Tan Malaka di Payakumbuh dan Pusat Studi Pelatihan dan Pendidikan yang dinamakan "Tan Malaka Institutes" di Pandam Gadang tempat desa kelahirannya. Untuk ke lokasi rumah tua Tan Malaka, bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat karena lokasi terletak di tepi jalan propinsi yang berjarak dari ibukota Propinsi Kelokasi sekitar 160 km. Dalam Rumah Tuo Tan Malaka, terdapat koleksi foto-foto Tan Malaka dimasa perjuangannya bersama presiden RI pertama Ir. Soekarno, buku-buku sejarah mengenai perjuangan, ranji-ranji keturunan beliau

2 komentar:

  1. woww..kerreenn.. nah, bagi warga sumatera barat yg bermimpi mau jalan-jalan keluar propinsi atau ke luar negeri, mendingan jelajahi dulu deh ranah minang ini...

    BalasHapus
  2. kerenn nih,,,kapan2 bisa dicoba kesini ah,,


    www.unopapua.com

    BalasHapus