Halaman

Jumat, 15 Oktober 2010

Sekilas Tentang Minagkabau

Rumah tradisional di Minangkabau

Dalam bentuk kecintaan penulis pada tanah leluhur di Bumi Minang dan kedua orang tua saya pun berdarah Minang, maka tidak salah pada saat ini penulis membuat topik tentang “Asal-Usul Minangkabau Nan Unik” oleh karena memanglah Minangkabau memang unik. Baiklah untuk memulai tulisan ini saya memulai dari Rumah Gadang dimana Bumbung rumah adat Minangkabau yang dipanggil Rumah Gadang, (Rumah Besar) memiliki rupa bentuk yang unik karena ia menyerupai tanduk kerbau.Terdapat juga prinsip-prinsip tertentu dalam pembinaan rumah adat Minangkabau.Orang Minangkabau atau Minang adalah kumpulan etnik Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh darat Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia.Kebudayaan mereka adalah bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan agama dan politik merupakan urusan kaum lelaki (walaupun setengah wanita turut memainkan peranan penting dalam bidang ini). Kini sekitar setengah orang Minangkabau tinggal di rantau, mayoritas di Kabupaten dan Kota besar di Indonesia dan Malaysia. Orang Melayu di Malaysia banyak yang berasal dari Minangkabau, mereka utamanya mendiami Negeri Sembilan dan Johor. Walaupun suku Minangkabau kuat dalam pegangan agama Islam, mereka juga kuat dalam mengamalkan tradisi turun-temurun yang digelar adat. Beberapa unsur adat Minangkabau berasal dari paham animisme dan agama Hindu yang telah lama ada sebelum kedatangan Islam. Walau bagaimanapun, pengaruh agama Islam masih kuat di dalam adat Minangkabau, seperti yang tercatat di dalam pepatah mereka, Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah, yang bermaksud, adat (Minangkabau) bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qur’an. Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan atau perdagangan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamik.

rendang
Rendang

Suku Minang mempunyai masakan khas yang populer dengan sebutan Masakan Padang, dan sangat digemari di Indonesia, Malaysia, bahkan sampai Mancanegara, dimana makanan ini sangatlah unik selain semakin enak bila di panaskan dan tahan lama bila disimpan di dalam kulkas atau bila dibawa ke luar negeri sebagai santapan, bila tidak cocok dengan menu mancanegara.Sehingga kebanyakan Jamaah Haji banyak membawa rendang ke Mekkah.

Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatera Barat yaitu musyawarah, yang berangkat dari 4 bahan pokok, yaitu: Dagiang (Daging Sapi), merupakan lambang dari Niniak Mamak (para pemmpin Suku adat), Karambia (Kelapa), merupakan lambang Cadiak Pandai (Kaum Intelektual), Lado (Sabai), merupakan lambang Alim Ulama yang pedas, tegas untuk mengajarkan syarak (agama), Pemasak (Bumbu), merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minang.

Mitos asal-usul nama Minangkabau

Perkataan Minangkabau merupakan gabungan dua perkataan, yaitu, minang yang bermaksud “menang” dan kabauuntuk “kerbau”. Menurut lagenda, nama ini diperoleh dari peristiwa perselisihan di antara kerajaan Minangkabau dengan seorang Pangeran Raja dari Jawa yang meminta pengakuan kekuasaan di Sumatera (Minangkabau). Untuk mengelakkan diri mereka dari berperang, maka rakyat Minangkabau yang dikenal akan kecerdikannya menganjurkan pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak. Pangeran Jawa tersebut setuju dan memamerkan seekor kerbau yang besar dan ganas. Rakyat setempat pula hanya memamerkan seekor anak kerbau yang lapar tetapi dengan tanduk yang telah ditajamkan. Sehingga membuat Pangeran Jawa tertawa terpingkal-pingkal. Pada saat di adu, si anak kerbau yang kelaparan dengan tidak sengaja menyeruduk tanduknya di perut kerbau itu karena ingin mencari puting susu untuk meghilangkan lapar perutnya. Kerbau yang ganas itu pun mati dan rakyat minangkabau menyelesaikan perebutan tanah minangkabau dengan cara yang aman.

Budaya Minangkabau

Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal yang terbesar di dunia, di mana harta pusaka diwaris menerusi nasab sebelah ibu. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa adat inilah yang menyebabkan ramai kaum lelaki Minangkabau untuk merantau di seluruh Nusantara untuk mencari ilmu atau mencari kemewahan dengan berdagang.Anak laki-laki seumur 7 tahun akan meninggalkan rumah mereka untuk tinggal di surau di mana mereka diajarkan ilmu agama dan adat Minangkabau. Anak remaja mereka diwajibkan untuk meninggalkan perkampungan mereka untuk mencari ilmu di sekolah atau menimba pengalaman dari luar kampung dengan harapan yang mereka akan pulang sebagai seorang dewasa yang lebih matang dan bertanggungjawab kepada keluarga dan nagari (kampung halaman). Tradisi ini berhasil membangkitkan beberapa masyarakat rantauan Minangkabau di Kota dan tempat-tempat lain diIndonesia. Namun ikatan mereka dengan Ranah Minang (Tanah Minang) masih terjaga dan dieratkan lagi. Satu contoh kawasan yang didiami oleh masyarakat Minangkabau dan masih memakai adat dan budaya Minangkabau adalah Negeri Sembilan di Malaysia. Selain dikenal sebagai orang pedagang, masyarakat Minang juga telah melahirkan beberapa penyair, penulis, negarawan, budayawan, Cendikiawan, dan para ulama. Ini mungkin terjadi karena budaya mereka yang memberatkan pencarian ilmu pengetahuan. Sebagai penganut agama Islam yang kuat, mereka cenderung kepada ide untuk menggabungkan ciri-ciri Islam dalam masyarakat yang modern. Selain itu, peranan yang dimainkan oleh para cendekiawan bersama dengan semangat bangga orang Minang dengan identitas mereka menjadikan Tanah Minangkabau, yaitu, Sumatra Barat, sebagai sebuah Penggagas utama dalam pergerakan kemerdekaan di Indonesia. Masyarakat Minang, terbagi kepada beberapa buah suku, yaitu, Suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Mandailiang, Sikumbang, Malayu,Jambak dll. Kadang-kadang juga, keluarga yang sesuku tinggal dalam satu rumah besar yang dipanggil Rumah Gadang. Penggunaan bahasa Indonesia sudah biasa di kalangan masyarakat Minang, tetapi mereka masih boleh bertutur dalam bahasa ibunda mereka, yaitu, bahasa Minangkabau. Bahasa Minangkabau mempunyai bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu tetapi berbeda dari segi sebutan dan juga tatabahasa hingga menjadikannya unik. contohnya : dimana-dima,mengapa-manga,belum-alun,pasar-pasa,jangan-jaan,pergi-pai,boleh-buliah,lengang-langang,sudah-alah,jatuh-jatuah. Salah satu aspek terkenal mengenai orang Minang adalah makanan tradisional mereka seperti rendang, Soto Padang (makanan sup), Sate Padang dan Dendeng Balado (daging dendeng berlada-cabai). Restoran Minangkabau yang sering digelar “Restoran Padang” dapat dijumpai merata Indonesia, negara-negara jiran serta Seluruh Dunia.

Upacara dan perayaan

Gambar Pakaian pengantin Minangkabau – penulis bersama istri tercinta

Upacara dan perayaan Minangkabau termasuk:

  • Sunat rasul – upacara bersunat
  • Baralek – upacara perkawinan
  • Batagak pangulu – upacara pelantikan penghulu. Upacara ini akan berlansung selama 7 hari di mana seluruh kaum kerabat dan ketua-ketua dari kampung yang lain akan dijemput
  • Turun ka sawah – upacara kerja gotong-royong
  • Manyabik – upacara menuai padi
  • Hari Rayo – perayaan Hari Raya Idul fitri
  • Hari Rayo – perayaan Hari Raya Idul adha
  • Maanta pabukoan – mengantar makanan kepada ibu mertua sewaktu bulan Ramadan
  • Tabuik – perayaan Islam di Pariaman
  • Tanah Ta Sirah, pelantikan seorang Datuk (ketua puak) apabila Datuk yang sebelumnya meninggal dunia selang beberapa jam yang lalu (mudah didahului dengan upacara batagak pangulu)
  • Mambangkik Batang Tarandam, pelantikan seorang Datuk apabila Datuk yang sebelumya telah meninggal 10 atau 50 tahun yang lalu (mengisi jabatan yang telah lama dikosongkan).
  • Turun mandi – upacara memberkati bayi

Seni Minangkabau

Seni tradisonal Minangkabau termasuk:

  • Randai, teater rakyat dengan memasuki pencak, musik, tarian dan drama
  • Saluang Jo Dendang, serunai bambu dan nyanyian
  • Talempong musik bunyi gong
  • Tari Piring
  • Tari Payung Menceritakan kehidupan muda-mudi Minang yang selalu riang gembira
  • Tari Indang
  • Pidato Adat juga dikenali sebagai Sambah Manyambah (sembah-menyembah), upacara berpidato, dilakukan di setiap upacara-upacara adat, seperti rangkaian acara pernikahan (baralek), upacara pengangkatan pangulu(penghulu), dan lain-lain
  • Pencak Silat tarian yang gerakannya adalah gerakan silat tradisional Minangkabau

Kerajinan

Kerajinan tradisional Minangkabau termasuk:

Makna Lambang Minangkabau -Tuah Sakato

MAKNA LAMBANG

Tuah Sakato : Lambang Masyarakat Nan Sakato.
“Saciok bak Ayam Sadanciang bak Basi.”

Bola-Bulan Bintang : Lambang Tauhid Islam.
“Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah Alquran.”

Tanduk Kerbau : Lambang Kearifan, Kecerdikan, Ketekunan dan Keuletan.
“Alun takilek lah takalam, Hiduik baraka, Baukue jo bajangko.”

Payung Panji : Lambang Kemuliaan, Keamanan, dan Kesejahteraan Masyarakat.
“Bumi Sanang Padi Manjadi, Padi masak Jagung maupie, Anak Buah sanang santosa, Taranak bakambang biak, Bapak kayo Mandeh batuah, Mamak disambah urang pulo.”

Keris dan Pedang : Lambang kesatuan Hukum Adat dan Hukum Islam untuk menjamin ketertiban masyarakat.

Tombak : Lambang Ketahanan Masyarakat.
“Kampuang nan bapaga buek Nagari bapaga Undang Tagak basuku – mamaga suku Tagak bakampuang – mamaga kampuang Tagak ba nagari – mamaga nagari Marawa.

Antara Marawa Minangkabau dan Bendera Jerman

Bermula ketika sehari sebelum perayaan HUT RI 17 Agustus. Karena libur dan tidak ada kesibukan akhirnya saya putuskan untuk keliling kota tempat saya tinggal (Padang) dengan sepeda motor saya.Sepanjang perjalanan di setiap kantor Pemerintahan ataupun swasta, sekolah-sekolah, dan tempat-tempat strategis lainnya di hiasi dengan Marawa. Marawa merupakan sejenis umbul-umbul di Sumatera Barat (Minangkabau) yang digunakan untuk menyemarakkan acara pernikahan orang Minang atau acara-acara penting lainnya.

Nah, saya merasa semakin memiliki kewajiban menjelaskan tentang Marawa. Menjelang peringatan HUT RI ke 65 di Sumatera Barat selain dikibarkan bendera Merah-Putih juga banyak dikibarkan bendera Jerman (hitam-merah-kuning). Seolah-olah saya merasakan euphoria HUT RI ke 65 dari negeri Panzer Jerman.

Baiklah, mari kita lihat gambar di bawah ini: ini lah yang di sebut Marawa Minangkabau
Pemasangan Merawa : Warna Hitam menyatu dengan tiang, Warna Merah ditengah, Warna Kuning dibagian luar.

Jam Gadang dibalut Marawa


Sementara itu kita lihat bendera Jerman

Tampak warna antara Marawa dan bendera Jerman sama. Tapi orang Minang lebih suka menyebutkan warna emas untuk warna kuning. Saya tidak tahu pasti ada hubungan kekerabatan apa antara orang Minang dan Jerman (hahahaa…), tapi saya rasa ini kebetulan saja jadi tidak perlu dipertanyakan siapa yang meniru siapa.

Berdasarkan catatan sejarah Jerman menggunakan bendera warna hitam-merah –kuning ini sejak tahun 1832, dan di resmikan setelah PD I 1918. Dalam perjalanannya bendera ini memiliki banyak corak berbeda dengan marawa Minangkabau yang hanya satu corak.

Baiklah kita tinggalkan Jerman, sekarang kita lihat makna apa yang terkandung dalam Marawa Minangkabau. Marawa dengan tiga warna nya melambangkan tiga hal

1. Tiga wilayah adat Minangkabau
2. Tiga kekuatan masyarakat Minangkabau
3. Tiga pola kepemimpinan Minangkabau

Tiga wilayah adat ini maksudnya adalah tiga daerah di Minangkabau yang di yakini asal nenek moyang Minangkabau. Sehingga ketika dilakukan pengembangan ke daerah lainnya maka disebutlah sebagai daerah rantau. Makna dalam marawa tersebut terhadap tiga daerah adapt tersebut adalah sebagai berikut :

  • Warna kuning, melambangkan Luhak Nan Tuo (Luhak yang Tua, yaitu daerah Tanah Datar)
  • Warna merah, melambangkan Luhak Nan Tangah (Luhak yang Tengah, daerah Agam)
  • Warna hitam, melambangkan Luhak nan Bungsu (Luhak yang Bungsu, yaitu daerah 50 Kota)

Hal ini pernah dituangkan dalam sebuah kaset oleh Yus. Datuak Parpatiah dalam kasetnya berjudul ”Pitaruah Ayah”

Wahai nak kanduang, kata ayah
Janganlah bosan mendengarkannya
Bercerita takkan lama
Hanya karena berat menyimpannya

Jika anak harus menimbang
Simaklah dengan dalil mata batin
Adapun tubuh manusia,
terbangun dari tiga rongga
Pertama rongga di atas
Kedua rongga di tengah
Ketiga rongga di bawah

Yang dimaksud rongga di atas,
ialah ruang di kepala.
Berkeinginan ilmu pengetahuan

Tersebut rongga di tengah,
yaitu dada, rumpun hati
Sangkar iman, lubuk agama,
Inilah pedoman jurumudi.

Yang mana pula rongga di bawah.
Lambung musti diisi
Perut minta dikenyangkan.

Umpamanya alam Minang Kabau,
yang terdiri dari tiga luhak.
Bernama luhak nan Tiga.

Pertama Luhak nan Tuo
Lambang Kucing warnanya kuning
Tinggi pengaruh berwibawa
Kuning tanda kemenangan.
Adapun arti yang terkandung
Orang cerdas adikuasa
Sumber ilmu pengetahuan
Science-tehnologi kata orang sekarang

Kedua luhak nan Tengah
Simbol merah Harimau Campa
Berani karena benar
Hukum tidak makan banding
bernama perintah Syarak.
Penampilan baik, tampanpun ada
Terserah cara memasangkan
Moral-spiritual cara baru

Ketiga, luhak nan bungsu
Corak hitam, lambang kambing hutan
Rela dan sabar berusaha
Rumput tak ada tentang daun
Karena padi makanya jadi
Karena emas makanya kemas
Berbicara harus dengan uang
Berjalan tentu dengan kain
Jika bekerja harus makan
Ekonomi bahasa canggihnya

Itulah tali sehelai pilin tiga
Tungku nan tiga sejerangan
Jika kita ingin sempurna
Menjadi orang beharga
Sejalan rohani dengan jasmani
Dunia dapat, akhirat tercapai

Makna yang terakhir dari marawa ini ialah tiga pola kepemimpinan di Minangkabau yang di sebut “Tungku Tigo Sajarangan, Tali Tigo Sapilin“, terdiri dari Niniak Mamak, Alim Ulama, Cadiak Pandai.

Tungku tigo sajarangan, maksudnya ketika memasak diperlukan tiga buah batu sebagai tungku untuk mengokohkan tempat kuali atau periuk. Begitu juga dengan kepemimpinan di minangkabau, ketiganya sebagai pilar penyangga masyarakat Minangkabau. Jika salah satunya hilang, maka akan terjadi kesenjangan.

Tali Tigo Sapilin diibaratkan tiga utas tali yang dipilin menjadi satu,sehingga menjadi kuat. Tali Tigo Sapilin adalah tamsil pedoman ketiga kepemimpinan masyarakat, antara lain aturan adat, agama dan undang-undang.

  • Niniak mamak adalah penghulu adat di dalam kaumnya.
  • Alim ulama adalah orang yang memiliki ilmu agama yang akan membibing masyarakat mengenai agama.
  • Cadiak pandai adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan dapat menyelesaikan masalah dengan cerdik serta menguasai undang-undang. Sehingga sebagai tempat bertanya bagi masyarakat dan pendamping bagi Niniak mamak dan Alim ulama.

Begitulah tungku tigo sajarangan sebagai pilar penyangga masyarakat minang yang digambarkan dalam marawa minangkabau.

Agama Islam

Kebanyakan orang bila diberitahu bahwa masyarakat Minang merupakan penganut Islam yang kuat merasa bingung karena anggapan mereka ialah sebuah masyarakat yang mengikut sistem saka (matriarchal) akan sering berselisih dengan paham Islam yang lebih patriarkal. Namun sebenarnya, terdapat banyak persamaan di antara paham Islam dan Minangkabau (lebih lagi pada masa kini) sehingga menjadi sulit untuk orang Minang membedakan satu dari yang lain.

Seperti contoh:

  • Paham Islam: Menimba ilmu adalah wajib.
Paham Minangkabau: Anak-anak lelaki mesti meninggalkan rumah mereka untuk tinggal dan belajar di surau (langgar, masjid).
  • Paham Islam: Mengembara adalah diwajibkan untuk mempelajari islam dan mencari ilmu serta menyiarkan agama islam di dunia untuk meningkatkan iman kepada Allah.
Paham Minangkabau: Remaja mesti merantau (meninggalkan kampung halaman) untuk menimba ilmu dan bertemu dengan orang dari berbagai tempat untuk mencapai kekuasaan, dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Falsafah merantau juga berarti melatih orang Minang untuk hidup berdikari, karena ketika seorang pemuda Minang berniat merantau meninggalkan kampungnya, dia hanya membawa bekal seadanya.
  • Paham Islam: Tiada wanita yang boleh dipaksa untuk Menikah dengan lelaki yang dia tidak mau Menikah.
Paham Minangkabau: Wanita menentukan dengan siapa yang mereka ingin menikah.
  • Paham Islam: Ibu berhak dihormati 3 kali lebih dari bapak.
Paham Minangkabau: Bundo Kanduang (Ibu yang dituakan) adalah pemimpin/pengambil keputusan di Rumah Gadang.
Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam adat Minang sehingga mereka yang tidak mengamalkan Islam dianggap telah keluar dari masyarakat Minang. Contohnya Samuel Koto – anggota DPR-RI yang non muslim dianggap bukan orang minang, walaupun sebenarnya dia murtad.

Foto-foto Keindahan Mesjid Minangkabau Tempoe Doloe Tidak Kalah Dengan Pura di Bali


Salah satu keuntungan – untuk tidak mengatakan kelebihan – kolonial Belanda ketika menduduki Nusantara (termasuk Minangkabau) adalah arsip yang boleh dikatakan baik dan banyak, setidaknya untuk ukuran zaman itu. Sehingga tidaklah mengherankan apabila sejarah Minangkabau menjadi terselamatkan karena “kerja-kreatif” kolonial ini, mengabadikan event sejarah ataupun tinggalan-tinggalan dalam bentuk-bentuk catatan-text dan photography. Salah satu diantaranya adalah photo-photo masjid/surau Minangkabau yang eksis/memiliki fungsi sosial-kemasyarakatan pada masa-masa tahun 1900-an awal. Photo-photo ini diambil dari J. Bachir yang mendedikasikan dirinya untuk “mengupload” khazanah Minangkabau Tempoe Doeloe dalam bentuk photografy. Dari 20 photo yang diedit, hanya 11 buah photo yang diposting. Sejarah masing-masing masjid yang seharusnya dideskripsikan, masih dalam tahap identifikasi dan penelitian lebih lanjut.

Mesjid Minangkabau nan indah, seandainya saja Gubernur Sumatera Barat, Walikota, Bupati beserta Kepala Dinas Pariwisatanya dan anggota DPRD Sumbar yang sering studi banding atau reses ke Provinsi Bali memiliki ide untuk mengembalikan bentuk dan keindahan mesjid seperti dulu pada saat sekarang secara fisik, menyewa atau melakukan kerjasama antar Pemerintah Propinsi Sumbar dan Bali dengan memperkerjakan pakar taman berasal dari Bali untuk Sumatera Barat, tentunya pariwisata di Sumatera Barat tidak akan kalah dengan Bali dan negara Thailand. Oleh karena bentuk Pura di Bali serta Ukiran Kayu di rumah adat bali dan ukiran kayu di rumah bagonjong tidaklah ada bedanya. Serta keindahan alam di Sumatera Barat yang belum pernah di poles dibanding dengan keindahan alam dibali pun tidaklah ada bedanya jika aparat pemerintah serius untuk mengembangkan pariwisata Sumatera Barat secara profesional.

Minangkabau Perantauan

Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minangkabau yang hidup di luar wilayah Sumatera Barat,Indonesia. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografi, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama mempunyai tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua wilayah di Indonesia ,Malaysia dan Mancanegara. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang dari keluarga peniaga-pengrajin dan ahli ilmu agama.

Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik sebagai peniaga ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, merantau merupakan satu cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kekayaan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapati, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.

Dari apa yang diperoleh, para perantau biasanya mengantar sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian pekerjanya dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluaskan pemilikan sawah, memegang untuk memandu pemprosesan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti masjid, jalan, ataupun pematang sawah. Apalagi sudah trendnya zaman sekarang, perantau membawa sanak familinya untuk bekerja ditempat perantau membuka usaha contohnya rumah makan daerah lain atau di luar negeri pada saat Lebaran.

Jumlah Perantau

Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil kajian pada tahun 1961 terdapat sekitar 32% orang Minang yang tinggal di luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971 jumlah itu meningkat menjadi 44% . Berdasarkan tahun 2000, suku Minang yang tinggal di Sumatra Barat berjumlah 3.7 juta orang, dengan jumlah hampir satu perdua orang Minang berada di perantauan. Sejak masa Perang Paderi, mobilitas penghijrahan suku Minangkabau dengan sebagian besar terjadi antara tahun 1958 hingga tahun 1978.

Gelombang Rantau

Merantau pada etnik Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah mencatat penghijrahan pertama berlaku pada abad ke-7, di mana banyak pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman Minangkabau melakukan perdagangan di muara Jambi, dan terlibat dalam pembentukan Kerajaan Melayu. Migrasi besar-besaran terjadi pada abad ke-14, di mana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pantai timur Sumatera. Mereka mendirikan koloni-koloni perdagangan di Batubara, Pelalawan, hingga melintasi selat ke Penang dan Negeri Sembilan, Malaysia. Bersamaan dengan gelombang penghijrahan ke arah timur, juga terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir pantai barat Sumatera. Di sepanjang pesisir ini perantau Minang banyak tinggal di Meulaboh, Aceh tempat keturunan Minang dikenali dengan sebutan Aneuk Jamee, Barus, hingga Bengkulu.Setelah Kesultanan Melayu Melaka jatuh ke tanganPortugis pada tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang berpindah ke Sulawesi Selatan. Mereka menjadi pendukung Kesultanan Gowa, sebagai peniaga dan administrasi kerajaan serta Penyebar agama islam di Sulawesi. Datuk Makotta bersama isterinya Tuan Sitti, sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di Sulawesi. Gelombang penghijrahan seterusnya terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan Kerajaan Siak.

Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, penghijrahan besar-besaran kembali terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli Serdang, Sumatera Timur mulai dibuka. Pada masa kemerdekaan, Minang perantauan banyak mendiami kota-kota besar di Jawa. Pada tahun 1961 jumlah perantau Minang terutama di kota Jakarta meningkat 18.7 kali berbanding dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang hanya 3.7 kali. Kini Minang perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.

Perantauan Intelek

Pada akhir abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke Makkah untuk mendalami agama Islam, antaranya Haji Miskin, Haji Piobang, dan Haji Sumanik. Setibanya di tanah air, mereka menjadi penyokong kuat gerakan Paderi dan pengedaran pemikiran Islam yang murni (pembaharu-pencerah) di seluruh Minangkabau dan Mandailing (Tapanuli Selatan-Sumatera Utara). Gelombang kedua perantauan ke Timur Tengah berlaku pada awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul Karim Amrullah, Tahir Jalaluddin, Muhammad Jamil Jambek, dan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.

Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga banyak yang merantau ke Eropa. Mereka antara lain Abdul Rivai,Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Roestam Effendi, dan Nazir Pamuntjak. Intelektual lain, Tan Malaka, hidup mengembara di negara Eropa dan Asia, membina rangkaian pergerakan kemerdekaan Asia. Semua pelajar Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad ke-19, menjadi pejuang kemerdekaan dan pengagas Kemerdekaan Republik Indonesia.

Sebab Merantau

Faktor Budaya

Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh kaum wanita sedangkan hak kaum lelaki dalam hal ini cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang tuanya, karena rumah hanya diperuntukkan untuk kaum wanita beserta suaminya, dan anak-anak.

Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau sewaktu kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diejek-ejek oleh teman-temannya.Hal inilah yang menyebabkan kaum lelaki Minang memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tetapi juga kerana ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

Menurut Rudolf Mrazek, sosiologi Belanda, dua tipologi budaya Minang, yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka, kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau.Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan, serta pepatah Minang yang mengatakan Ka ratau madang di hulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun (lebih baik pergi merantau karena dikampung tidak berguna) mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.

Faktor Ekonomi

Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup boleh menafkahi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi pendapatan utama mereka itu tak cukup lagi memberi keputusan untuk memenuhi keperluan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan dan perkotaan. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk trik pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah saudara yang dianggap sebagai induk semang. Para perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pebisnis kecil (panggaleh).

Merantau Dalam Sastra

Fenomena merantau dalam masyarakat Minangkabau, ternyata sering menjadi sumber inspirasi bagi para pekerja seni, terutama sastrawan. Hamka, dalam novelnya Merantau ke Deli, bercerita tentang pengalaman hidup perantau Minang yang pergi ke Deli dan menikah dengan perempuan Jawa. Novelnya yang lain Tenggelamnya Kapal Van der Wijck juga bercerita tentang kisah anak perantau Minang yang pulang kampung. Di kampung, ia menghadapi kendala oleh masyarakat adat Minang yang merupakan induk bakonya sendiri. Selain novel karya Hamka, novel karya Marah Rusli, Siti Nurbaya dan Salah Asuhannya Abdul Muis juga menceritakan kisah perantau Minang. Dalam novel-novel tersebut, dikisahkan mengenai persinggungan pemuda perantau Minang dengan adat budaya Barat. Novel Negeri 5 Menarakarya Ahmad Fuadi, mengisahkan perantau Minang yang belajar di pesantren Jawa dan akhirnya menjadi orang yang berkuasa. Dalam bentuk yang berbeda, lewat karyanya yang berjudul Kemarau, AA Navis mengajak masyarakat Minang untuk membina kampung halamannya yang banyak di tinggal pergi merantau.

Novel yang bercerita tentang perantau Minang tersebut, biasanya terkandung kritikan sosial dari penulis kepada adat budaya Minang yang kolot dan tertinggal. Selain dalam bentuk novel, kisah perantau Minang juga dikisahkan dalam filmMerantau karya sutradara Inggris, Gareth Evans.

Masyarakat Minangkabau di Negeri Sembilan

Rumah Gadang Minangkabau di Negeri Sembilan – Malaysia

[Negeri Sembilan (Malaysia)]

Warna benderanya pun sama dengan marawa minangkabau

Pada permulaan abad ke-14, orang-orang Minangkabau mula tiba di Negeri Sembilan melalui Melaka dan sampai keRembau. Orang Minangkabau ini lebih kaya daripada penduduk asal yaitu, Orang Asli (Melayu) dan berkuasa tinggal secara damai dengan mereka. Dengan itu berlakulah pernikahan antara orang-orang Minangkabau dengan penduduk asli dan dari keturunan mereka dinamakan suku Biduanda. Suku Biduanda ini adalah pewaris asal Negeri Sembilan dan apabila hendak memilih seorang pemimpin maka hanya mereka dari suku Biduanda inilah yang akan dipilih. Orang-orang Minangkabau yang datang kemudian adalah dari suku kampung-kampung asal mereka di Minangkabau. Pada peringkat awal kebanyakan yang tiba adalah dari Tanah Datar dan Payakumbuh.

Dari suku Biduanda inilah asalnya pembesar-pembesar Negeri Sembilan yang dipanggil ‘Penghulu’ dan kemudiannya ‘Undang’. Sebelum wujudnya institusi Yang di-Pertuan Besar, Negeri Sembilan berada di bawah naungan kerajaan Melayu Johor.

Orang-orang Minangkabau dan Kiprahnya

Dari kiri: Lt. Adnan Saidi, Mohammad Hatta, Yusof Ishak dan Dr Sheikh Muzaphar Shukor

Suku Minang terkenal sebagai suku yang terpelajar (cadiak pandai), oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara dalam berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai ahli politik, pengarang, ulama, pengajar, wartawan, dan pedagang. Berdasarkan jumlah penduduk yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian. Majalah Tempo dalam edisi khas tahun 2000 mencatatkan bahawa 6 daripada 10 tokoh penting Indonesia pada abad ke-20 merupakan orang Minang.

Kharismatik dan kejayaan orang Minang banyak diraih ketika berada di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei, hingga Filipina. Pada tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan Sulu di Philipina Selatan. Pada abad ke-14 orang Minang melakukan penghijrahan ke Negeri Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri baru tersebut dari kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja pertama Negeri Sembilan yang diangkat pada tahun 1773. Pada akhir abad ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan Kerajaan Gowa. Setelah gagal merebut tahta Kesultanan Johor, pada tahun 1723 putra Pagar Ruyungyang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah mendirikan Kerajaan Siak di darat Riau.

Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kaherah dan Makkah mempengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan aktivis yang banyak berperanan dalam proses kemerdekaan, antara lain A.R Sutan Mansur, Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin.

Pada tahun 1920 – 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka dipilih menjadi wakil Komunis Antara bangsa untuk wilayahAsia Tenggara. Politisi Minang lain Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang menyatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad, politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain Jahja Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang lain Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai perdana menteri (Sutan Syahrir,Mohammad Hatta, Abdul Halim, Muhammad Natsir), seorang sebagai Presiden (Assaat), seorang sebagai wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen (Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil Salim. Emil bahkan menjadi orang Indonesia yang paling lama duduk di kementerian RI. Minangkabau, salah satu dari dua etnik selain etnik Jawa, yang selalu mempunyai wakil dalam setiap kabinet Republik Indonesia. Selain di pemerintahan, di masa Demokrasi Liberal Parlemen Indonesia didominasi oleh ahli politik Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam parti dan ideologi, Islamiah, nasionalis, komunis, dan sosialis.

Di samping menjabat gubernur wilayah Sumatera Tengah / Sumatera Barat, orang-orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur wilayah lain di Indonesia. Mereka adalah Datuk Djamin (Jawa Barat), Daan Jahja (Jakarta), Muhammad Djosan dan Muhammad Padang (Maluku), Anwar Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri (Sulawesi Tengah), Adenan Kapau Gani (Sumatera Selatan), Eni Karim (Sumatera Utara), serta Djamin Datuk Bagindo (Jambi).

Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh ahli politik Minang. PARI dan Murba didirikan oleh Tan Malaka, Partai Sosialis Indonesia oleh Sutan Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, Masyumi oleh Mohammad Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli, dan Permi oleh Rasuna Said. Selain mendirikan partai politik, ahli politik Minang juga banyak menghasilkan buku-buku yang menjadi bacaan wajib para aktivis pergerakan. Buku-buku bacaan utama itu antara lain, Naar de Republik Indonesia, Madilog, dan Massa Actie karya Tan Malaka, Alam Pikiran Greek dan Demokrasi Kita karya Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta Perjuangan Kita karya Sutan Sjahrir.

Penulis Minang banyak mempengaruhi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam karya tulis dan kemahiran. Marah Rusli, Abdul Muis, Idrus, Buya Hamka-ahli tafsir Alquran yang terkenal sampai ke Arab Saudi dan pencetus melarang Agama Ahmadiyah untuk naik Haji di Mekkah karena dianggap sesat, dan AA Navis berkarya melalui penulisan novel. Nur Sutan Iskandar novelis Minang lain, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling produktif. Chairil Anwar dan Taufik Ismail berkarya lewat penulisan puisi. Serta Sutan Takdir Alisjahbana, novelis sekaligus ahli tata bahasa, melakukan proses pemodrenan bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa perpaduan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Layar Terkembang, dan Robohnya Surau Kami telah menjadi bahan bacaan wajib bagi pelajar sekolah di Indonesia dan Malaysia.

Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak pula dilakukan oleh wartawan Minang. Mereka antara lain Djamaluddin Adinegoro, Rosihan Anwar, dan Ani Idrus. Di samping Abdul Rivai yang digelar sebagai Perintis Akhbar Indonesia, Rohana Kudus yang menerbitkan Sunting Melayu, menjadi wartawan sekaligus pemilik akbar wanita pertama di Indonesia.

Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang Cina, orang Minang juga terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan, pendidikan, dan rumah sakit. Di antara figur pengusaha sukses adalah, Abdul Latief (pemilik TV One), Basrizal Koto (pemilik ladang lembu terbesar di Asia Tenggara), Hasyim Ning (pengusaha perakitan mobil pertama di Indonesia), Chairul Tanjung (pemilik Trans TV dan Trans 7) dan Tunku Tan Sri Abdullah (pemilik Melewar Corporation Malaysia)

Banyak juga orang Minang yang berhasil di dunia hiburan, baik sebagai pengarah, penerbit, penyanyi, maupun artis dan aktor. Sebagai pengarah dan penerbit ada Usmar Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik, dan Arizal. Arizal bahkan menjadi pengarah dan pembuat film yang paling banyak menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam 1.196 episode telah dihasilkannya. Film-film karya sineas Minang, seperti Lewat Djam Malam, Gita Cinta dari SMA, Naga Bonar, Pintar Pintar Bodoh, dan Maju Kena Mundur Kena-Warkop DKI, menjadi film terbaik yang banyak digemari penonton.

Artis dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya adalah Ade Irawan, Dorce Gamalama, Eva Arnaz, Nirina Zubir, Marshanda, Dude Herlino, Afgan,Bunga Citra Lestari, Olga Syahputra dan Titi Sjuman. Pekerja seni yang lain, ratu kuis Ani Sumadi, menjadi pelopor dunia perkuisan di Indonesia. Karya-karya beliau seperti kuis Berpacu Dalam Melodi, Gita Remaja, Siapa Dia, dan Tak Tik Boom menjadi salah satu acara kegemaran keluarga Indonesia. Di samping mereka, Sukarno M. Noer beserta putranya Rano Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan paling berjaya di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film. Pada tahun 1993, Karno’s Film syarikat film milik keluarga Sukarno, menghasilkan film dengan kedudukan tertinggi sepanjang sejarah perfilman Indonesia, Si Doel Anak sekolahan.

Di luar negeri, orang Minangkabau juga dikenali sumbangannya. Di Malaysia dan Singapura, antara lain Tuanku Abdul Rahman (Yang Dipertuan Agung pertama Malaysia), Yusof bin Ishak (Presiden pertama Singapura), Zubir Said(komposer lagu kebangsaan Singapura Majulah Singapura), Sheikh Muszaphar Shukor (angkasawan pertama Malaysia),Tahir Jalaluddin Al-Azhari, dan Adnan bin Saidi. Di negeri Belanda, Roestam Effendi yang mewakili Partai Komunis Belanda, menjadi satu-satunya orang Indonesia yang pernah duduk sebagai ahli parlemen. Di Arab Saudi, hanya Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, orang non-Arab yang pernah menjadi imam besar Masjidil Haram, Makkah yang merupakan guru dari pendiri Organisasi Islam Besar di Indonesia Muhammadiyah KH.Ahmad Dahlan (Sang Pencerah) dimana Muhammadiyah menjadi jati diri Minangkabau saat ini.

Penulis : Putra Hermanto, SE. Ak. MM

Foto-foto Suasana Sumatera Barat

Jalan Layang Kelok 9


Tidak ada komentar:

Posting Komentar